- BBPLK Bandung Targetkan Minimal 70 Persen Peserta Pelatihan Terserap oleh Industri
- Kejati Banten Usut Dugaan Penyunatan Dana Hibah Ponpes Rp 117 Miliar
- Proyek Bersama Korsel-Indonesia, Jet Tempur KF-21 Resmi Meluncur
- Tak Pernah Digaji Majikan 18 Tahun, PMI Kabupaten Bandung Diungsikan ke KJRI Jeddah
- Siswa Antusias Mengikuti Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka Di Majalengka
- Buruh di Karawang Polisikan Bos WN Jepang Atas Dugaan Penganiayaan
- 5 Pintu Gerbang Utama Jawa Barat Ini Dijaga Ketat, Pasca Mudik Dilarang
- Ridwan Kamil Lantik Dedi Taufik Jadi Penjabat Bupati Bandung
- Cegah Sahur On The Road, Disdik Jabar Arahkan Pelajar SMA Ikut Pesantren Kilat
- Sakit Hati Ditinggal Menikah, Ayah Kandung Culik Dan Siksa Anaknya
- 1 Buronan Terduga Teroris Jakarta Serahkan Diri ke Polisi
- 3 Gadis Cantik Warga Negara Uzbekistan Dijajakan di Bali
- Petugas Damkar Depok Bongkar Dugaan Korupsi di Tempatnya Bekerja
- Kota Bandung Bakal Gelar Sekolah Tatap Muka Bagi Siswa SD dan SMP
- BLT UMKM Rp1,2 Juta Tetap Disalurkan di Bulan Puasa
Pemerintah Bidik Turis Berkantong Tebal

Jakarta, -- Pemerintah berencana menggaet turis-turis berkantong tebal untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata dari keterpurukan akibat pandemi virus corona.
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Odo Manuhutu menjelaskan strategi ini dipilih pemerintah dengan sejumlah alasan.
Pertama, kebijakan pembatasan transporasi udara yang diperkirakan bakal berlangsung lama. Dengan keterisian penumpang yang lebih sedikit, otomatis tarif penerbangan akan terkerek dan ongkos untuk berwisata menjadi lebih mahal.
Baca Lainnya :
- Biang Kerok Bengkaknya Tagihan Listrik0
- Ketika PA 212 dan PKS Kompak Menolak Prabowo Maju Lagi di Pilpres 20240
- Purnawirawan TNI-Polri: RUU HIP Tendensius Bangkitkan PKI0
- Papan Scor COVID-19 Positif Bartim, Berubah Naik Menjadi 4 Orang0
- Kemendikbud Akan Ubah Masa Studi SMK Jadi 4 Tahun0
"Kalau kita lihat, secara global pergerakan pesawat mengalami penurunan 40 sampai 50 persen. Ada pembatasan kapasitas, kalau misalnya anda duduk di tengah, di bagian tengah itu juga harus dikosongkan. Akibatnya, price akan naikk," ucap Odo dalam video conference, Jumat (12/6).
Alasan kedua, adalah mendorong pariwisata yang lebih berkualitas yang salah satu indikatornya adalah besarnya pengeluaran turis saat menetap di salah satu destinasi wisata.Turis berkantong tebal yang disebut pemerintah sebagai wisawatan kelas A dan B, kata Odo, kini makin sedikit dan hal tersebut kurang menguntungkan bagi pelaku usaha pariwisata.
Ia mencontohkan, misalnya, jumlah turis di Bali terus meningkat tapi jumlah rata-rata uang yang mereka habiskan selama berlibur justru berkurang.
"Kami mendorong quality tourism, salah satu riset menyatakan dari 2008 sampai 2019 wisatawan di Bali itu meningkat, stay meningkat. Tapi spend per day menurun 8 persen pengeluaranya," sambung Odo.
Karenanya, jika turis yang berlibur ke Indonesia adalah kelas A dan B, ia yakin roda perekonomian di daerah tempat wisata akan berputar lebih kencang.
"Justru yang kita inginkan kan dia tinggal 3-4 hari di sana, tapi spend-nya besar. Arahnya adalah quality tourism dan berkontribusi ke sustainable development," terang Odo.
Alasan terakhir adalah resiko terhadap lingkungan di tempat pariwisata. Ia menjelaskan, dengan hadirnya turis berkantong tebal, maka aktivitas manusia di lingkungan tempat pariwisata bisa lebih longgar. Turis berkualitas, lanjut Odo, juga diyakini lebih menjaga lingkungan di tempatnya berlibur.
"Quality tourism itu, ibarat 'you come to Indonesia, spend money here, buy local product'. Selain itu, turisnya bisa jaga lingkungan," pungkasnya.[]