- Soal Kematian Tahanan Kasus Narkoba, Propam Periksa 6 Polisi Makassar
- Persib Bandung Akan Segera Gelar Latihan Perdana
- Jalur Puncak Padat, Pengguna Tujuan Bogor Diimbau ke Jalan Alternatif
- Kecelakaan Bus Tol Surabaya-Mojokerto Tewaskan Belasan Orang
- Begal Motor Bacok Korbannya di Kota Bogor
- Kasus Positif Covid-19 di KBB Kembali Naik Usai Lebaran
- Poliandri Nikahi 2 Laki-laki, Wanita Ini Diusir dari Desanya
- Pengeroyokan Remaja di Cimahi, Diduga Bermotif Asmara
- Keppres Pengangkatan 5 Penjabat Gubernur Rentan Digugat ke PTUN
- Densus Tangkap 24 Orang Pendukung MIT Poso dan ISIS
- Seluruh Pasar Hewan di Ciamis Ditutup Walau Belum Ada Temuan PMK
- Setelah Enam Hari Hilang di Pangandaran, Seorang Wisatawan Ditemukan
- KPK Minta Publik Informasikan Pegawai Minimarket yang Buron di Kasus Wali Kota Ambon
- Dalam Rangka Peran Pembinaan Pemuda, DPRD KBB Kunjungi Kantor DPRD Kabupaten Sukabumi
- Anggota DPRD Sukabumi Muhammad Yusuf : Hardiknas 2022 Harapkan Sekolah Kembali Tatap Muka
Kekosongan Hukum LGBT Jangan Jadi Alasan Negara Lepas Tanggung Jawab

JAKARTA — Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan dalam kasus LGBT. pemerintah tidak bisa melepaskan tanggung jawab untuk menjaga moralitas masyarakat dan menjaga ketertiban umum,
"Argumentasi kekosongan hukum atau alasan kebebasan, demokrasi, dan hak asasi tentu tidak bisa digunakan untuk membiarkan perilaku yang jelas-jelas menyimpang di masyarakat,” kata Jazuli dalam siaran persenya, Jumat (13/5/2022).
Pernyataan Jazuli disampaikan untuk menyikapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD. Menko Polkam menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa menjerat pelaku LGBT karena tidak adanya hukum yang mengaturnya. Mahfud MD mengatakan demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi). Sementara LGBT dan penyiarannya itu belum diatur oleh hukum (sehingga) bukan menjadi kasus hukum.
Baca Lainnya :
- Striker Persib Wander Luiz Negatif Corona Usai Tes Kedua0
- Guru Honorer Tanpa NUPTK Bisa Digaji dari BOS0
- KPK Surati Ketua Gugus Covid-19 agar Dana Publik Dipublikasi0
- Ubah Perpres, Jokowi Bolehkan Ma\'ruf Amin Punya 10 Stafsus0
- Sewa Pesawat dari Papua, Gubernur Papua Dievakuasi ke RSPAD Jakarta0
"Tidak adanya aturan hukum yang menjerat pelaku/perilaku LGBT justru menjadi tugas negara untuk mengaturnya demi menegakkan moralitas dan ketertiban umum karena demikianlah fungsi utama dari hukum,” ungkap Jazuli.
Atas dasar itulah, lanjut Jazuli, beberapa waktu yang lalu Fraksi PKS menolak disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurutnya PKS menolak RUU TPKS karena tidak komprehensif melarang segala bentuk tindak pidana kesusilaan termasuk LGBT dan perzinahan.
Kata Jazuli, Fraksi PKS menginginkan agar RUU TPKS disahkan bersamaan dengan revisi KUHP yang menegaskan larangan LGBT dan perzinahan. Alasannya fenomena LGBT sudah meresahkan dan mengancam moralitas dan ketertiban masyarakat.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan di atas kewajiban negara untuk menegakkan hukum, negara memiliki tanggung jawab menjaga moralitas masyarakat dan ketertiban umum. Gerakan dan paham LGBT sering mendasarkan diri pada HAM dan masalah privat, padahal dalam konteks Indonesia hak asasi dibatasi oleh undang-undang yang menimbang nilai moral agama dan budaya.
"Negara kita tidak menganut kebebasan yang tanpa batas. Hal itu jelas merupakan amanat UUD 1945 yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Pasal 28 J menegaskan bahwa kebebasan individu diikat oleh nilai-nilai Pancasila dan dibatasi oleh undang-undang, dalam rangka menghormati hak orang lain, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” papar Jazuli.
Anggota DPR Dapil Banten ini, menyebut bagi masyarakat Indonesia LGBT bukan masalah perbedaan orientasi seksual, seperti yang didengungkan para aktivis HAM yang mendukungnya. LGBT merupakan penyimpangan seksual yang melanggar nilai Pancasila, moral agama, dan budaya luhur bangsa.
Hubungan di antara pelaku LGBT juga melanggar UU Perkawinan. UU ini menyebut bahwa perkawinan yang sah harus di antara beda jenis, antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai tuntunan agama, untuk menjaga keturunan, dan kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara.
"Kita juga punya UU ITE yang mengatur konten media sosial tidak boleh bermuatan pornografi/pornoaksi, tidak boleh berisi hal-hal yang meresahkan, serta melanggar norma dan etika masyarakat," ungkap Jazuli.
Di sinilah negara harus hadir mengingatkan, mengedukasi, hingga mengambil tindakan tegas sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta perintah undang-undang. Negara harus bergandengan tangan dengan elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, pendidik, public figure dll untuk memberi pesan kuat bahwa LGBT adalah masalah serius yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
“Jangan sampai justru ada kesan permisif dan apologetik,” ungkap Jazuli.[]
